Inilah kisah tentang tambang emas yang hilang “The Lost Dutchman (Gold)
Mine”. Di sekitar pegunungan Superstition Mountain di sebelah timur
Phoenix, wilayah Arizona, Amerika Serikat. Suatu tempat yang disucikan
suku-suku Apache yang mendiami wilayah barat daya Benua Amerika. Tentang
hamparan tanah kuning menyala yang menjadi tempat bersemayamnya Dewa
Petir (Thunder God), pelindung tanah suci.
Menurut kepercayaan mereka, jika wilayah suci ini dilanggar, maka sang Dewa akan marah. Petaka dan kutukan akan merajam siapa saja yang berani menodai tanah suci ini. Kematian yang berakhir dengan mutilasi atau petaka lain yang kemudian memang menghantui lembah dan pegunungan ini. Sampai akhirnya para penambang mulai mencium bau emas... tragedi pun mulai bergulir.
Awal Pencarian Emas
Menurut sejarah, Francisco Vasquez de Coronado, seorang penjelajah Spanyol, menantang mitologi suku-suku Indian. Ia merancang ekspedisi melintasi tanah keramat Indian dan puncak-puncak “terlarang” di wilayah utara Meksiko hingga barat daya Amerika pada 1540. Tujuannya, mengungkap legenda Tujuh Kota Emas Cibola (Seven Golden Cities of Cibola). Dari sini lah kutukan itu menampakkan wujudnya.
Dalam ekspedisi ini, sejumlah besar anggota ekspedisi Fransisco ditemukan mati di pegunungan. Semua tewas dalam keadaan kepala terpenggal. Begitu pun ekpedisi ini berhasil menemukan jejak emas tersembunyi di Grand Canyon dan wilayah sekitarnya.
Paska Francisco, menyusul ekpedisi yang dilakukan para misionaris Spanyol yang dirintis oleh Eusebio Francisco Kino. Ia memulai misi sejak dekade 1700. Kino mendengar tentang legenda emas tersembunyi suku-suku Apache. Awalnya kaum Apache menyambut rombongan misionaris dengan tangan terbuka. Namun karena mereka ternyata tergiur pada emas, suku Apache pun mulai marah. Khawatir Dewa Petir murka karena kaum pendatang sering melintasi tanah suci, pembantaian pun dimulai…
Keluarga Peralta
Tercatat pada 1748, Raja Spanyol Ferdinand VI menghadiahkan tanah seluas 3.750 mil persegi (kini wilayah Arizona) kepada peternak besar Meksiko, Don Miguel Peralta dari Sonora. Namun di area tersebut kemudian diketahui terdapat beberapa tambang perak dan emas.
Tahu mendapat hadiah tanah yang berharga, Don Miguel Peralta memimpin ekspedisi peninjauan tanah tersebut. Ternyata di suatu tempat dekat pegunungan Superstition Mountain ia menemukan tambang emas tersembunyi. Ia menamakan tempat itu sebagai “Sombrero Mine”. Sejak itu selama hampir seratus tahun, keluarga Peralta beberapa kali melakukan penambangan emas di sana. Tetapi Indian Apache yang merasa tanahnya dinodai kemudian melakukan teror. Hampir sebagian besar penambang yang tewas dikuliti kepalanya, dipenggal atau tewas dengan mata tercungkil.
Pada 1846, Miguel Peralta (cucu dari Don Miguel Peralta–nama yang sama) memimpin penambangan emas besar-besaran bersama 400 pekerja tambang. Kaum Apache menganggap ini sebagai penghinaan dan penodaan. Saat rombongan akan keluar membawa emas dari “tanah suci” untuk kedua kali, Apache melakukan sergapan di sebuah celah sempit. Pertempuran pun pecah. Selama tiga hari, rombongan penambang Peralta dihujani panah dan mesiu. Keledai pembawa emas dan perbekalan lari terpencar. Seluruh penambang dibantai dalam upaya menyelamatkan diri. Tewas terpenggal dan dikuliti. Peristiwa ini dikenang sebagai “Peralta Massacre” (1848). Hanya beberapa anggota Keluarga Peralta yang berhasil pulang ke Meksiko dalam keadaan hampir mati.
Sejak peristiwa itu, perburuan tambang pun mulai dilakukan orang perorang atau secara berkelompok. Termasuk dua imigran Jerman “The Dutchman,”Jacob Walz dan Jacob Weiser, yang paling “sukses” menambang di sana. Hingga tambang tersebut kini berjuluk “The Lost Dutchman Mine”. Namun tak seorang pun yang bisa hidup lebih lama setelah mendapat emas itu... sebuah misteri!
"The Dutchman"
Tambang Emas di Superstition Mountain, Arizona, sebelumnya dijuluki keluarga Peralta sebagai “Sombrero Mine”. Mungkin karena letak tambang itu di sebuah lembah yang berbentuk bundar mengerucut, persis topi sombrero Meksiko yang terbalik. Tetapi misteri tambang ini kemudian lebih dikenal sebagai “The Lost Dutchman Mine”.
Ini berkaitan dengan julukan suku-suku Indian dan penghuni koloni Amerika terhadap dua imigran Jerman yang pernah “sukses” menambang di area tersebut. Orang Jerman kala itu dijuluki sebagai “Dutchman”.
Pada 1871, dua petualang Jerman, Jacob Walz dan Jacob Weiser mengawali petualangan pencarian emas di Amerika. Walz adalah sarjana pertambangan lulusan Heidelburg University, Jerman, sementara Weiser adalah ahli pertukangan. Keduanya sahabat karib sejak dari Jerman puluhan tahun silam.
Ada versi cerita yang mengatakan kedua Jacob ini pernah menolong keluarga Peralta dari kematian. Peralta kemudian memberi tahu lokasi tambang emas sebagai balas budi, namun dengan perjanjian bagi hasil 50-50. Dari sini lah petualangan ke tambang emas di teritori Apache di dekat Superstition Mountain, Arizona dengan penanda sebuah gunung “Telunjuk Tuhan” seperti jari menunjuk ke atas atau dikenal sebagai Weavers Needle di arah selatannya, dimulai.
Saat melakukan aktivitas penambangan, di tahun 1879 Walz disebutkan pernah membantai sejumlah penambang Meksiko. Tak lama setelah itu, ia kehilangan partnernya Weiser. Di kamp mereka, Walz hanya menemukan baju Weiser yang berlumuran darah dengan sebuah anak panah suku Apache. Jasad Weiser menghilang dan tak pernah ditemukan. Lalu dalam kurun waktu berbeda, sejumlah pekerja tambang ditemukan tewas di berbagai tempat di sekitar Superstition Mountain dengan kepala terpenggal.
Walz yang semakin menua dengan jambang panjang memutih melanjutkan upaya penambangannya sendirian. Pada 1891, seorang janda Meksiko Julia Elena Thomas, pemilik toko roti di Phoenix, menjalin hubungan asmara dengannya. Julia menemukan Jacob Walz tewas di tempat tidur tanpa sebab pada Oktober 1891, dengan satu karung emas di sampingnya.
Dari pengakuan Julia Elena ini banyak orang mendengar kisah Walz dengan sekarung emas… tambang “rahasia” Walz dan Weiser kemudian disebut sebagai The Lost Dutchman Mine. (berbagai sumber)
Jejak Kematian di Sekitar Tambang
Tragedi kematian misterius sudah dimulai sejak ekspedisi Francisco Vasquez de Coronado, pada pertengahan abad ke-16. Jejak kematian itu terus berlanjut hingga abad ke-20. Catatan sejarah membukukan lebih dari 500-an nyawa melayang dalam keadaan mengenaskan: ditembak, dipanah, kepala terpenggal, dikuliti, hilang tanpa jejak, terserang penyakit misterius atau dimutilasi!
Pada 1880, dua tentara satuan pengintai (Scout) US Army yang bebas tugas dari Fort Mc Dowell muncul di Kota Pinal Arizona. Kedua tentara ini memperlihatkan sejumlah bongkah emas yang mereka temukan saat melintas Superstition Mountain. Setelah emas mereka dibayar senilai 700 dollar (sekitar 6,5 juta rupiah), keduanya setuju melacak tambang The Lost Dutchman Mine untuk perusahaan tambang milik Aaron Mason. Namun mereka tak pernah kembali lagi dari misi itu.
Aaron membentuk tim pencari ke area Superstition. Setelah sekian hari pencarian mereka menemukan jasad kedua tentara itu terpisah jauh dalam keadaan tanpa busana. Ada luka berupa lubang besar di tengah kepala mereka, tak jauh dari jalur menuju Superstition Mountain, batas wilayah tanah suci Apache.
Setahun kemudian (1881), seorang penambang bernama Joe Dearing datang ke Pinal. Ia pun membekali diri untuk melakukan pencarian tambang tersebut. Joe Dearing mengaku menemukan pintu tambang berupa terowongan yang nyaris tertutup. Namun beberapa waktu kemudian saat ia mulai menambang, Joe Daring dilaporkan hilang dan seminggu kemudian ditemukan tewas secara tragis.
Era 1872-1896, seorang penambang lain Elisha Reavis menggunakan cara yang berbeda. Ia mengklaim tanah di dekat Superstition Mountain dan mulai berkebun sayur. Reavis dikenal sebagai pria aneh berjuluk "Madman of The Superstitions". Pernah suatu malam orang-orang Indian melihat Reavis bertelanjang bulat berlari keluar dari rumahnya menuju sekitar lembah sambil menembakkan pistol ke langit membabi buta, seperti sedang memburu sesuatu yang terbang di langit.
Reavis ditemukan tewas pada 1896 di dekat kebunnya. Tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa bagian dan terpisah berjarak-jarak. Ada bekas gigitan serigala di beberapa bagian tubuh. Kepalanya terpenggal sekian meter dari tubuhnya. Seorang temannya menyebutkan Reavis diam-diam telah menambang emas dan menyimpan hasilnya. Namun sebab kematiannya yang tragis tak terungkap.
Awal tahun 1900, dua penambang berjuluk Silverlock dan Malm, diketahui melakukan penambangan di area Superstition. Mereka menemukan emas di lokasi "Peralta Massacre". Keduanya tewas dalam cara tragis di tahun 1910 (Silverlock) dan 1912 (Malm).
Tahun 1910 kerangka seorang perempuan ditemukan di mulut sebuah gua di ketinggian pegunungan Superstition Mountain. Beberapa bongkah emas ditemukan di dekatnya.
Pada Juni 1931, seorang pejabat pemerintah Adolph Ruth dari Washington DC, mengklaim memiliki peta tua peninggalan keluarga Peralta. Ia bersama sejumlah kru kemudian melakukan ekspedisi untuk membuktikan kebenaran The Lost Dutchman Mine itu. Sejak itu tak ada kabar beritanya lagi. Berhari-hari kemudian, tim SAR dibentuk. Tim menemukan kamp yang kosong melompong.
Pada Desember 1931, tengkorak kepala Ruth ditemukan dengan 2 luka bolong bekas peluru. Tergeletak di Puncak Pegunungan Hitam Arizona, terpisah dari rangka tubuhnya. Bagian kerangka tubuh lainnya ditemukan beberapa bulan kemudian tersebar di area radius seperempat mil. Dalam pakaian yang tersisa di kerangka ditemukan secarik catatan berbunyi "Sekitar 200 kaki menyeberang gua” dan di bagian lain tertulis "Veni, Vidi, Vici" (Aku datang, aku lihat, aku taklukkan).…
Tahun 1937, seorang penambang, Guy "Hematite" Frink turun dari pegunungan Superstition Mountain membawa beberapa sampel emas kasar. Pada November 1937, ia ditemukan tewas dengan lubang bekas tembakan di perut, persis di tepi jalur pegunungan. Sebuah kantung emas ditemukan di sisinya.
Juni 1947, penambang bernama James A Cravey, mempublikasikan rencana ekspedisi ke tambang Dutchman di sekitar lembah Superstition Mountain, dengan helikopter. Pilot heli menurunkannya di La Barge Canyon, dekat Weavers Needle. Namun Cravey dinyatakan hilang. Saat pencarian dilakukan, tim SAR menemukan kamp-nya dalam keadaan kosong. Pada Februari 1948, kerangka Cravey tanpa kepala ditemukan di sebuah lembah tak berapa jauh dari kamp-nya. Tampak terbungkus selimut. Dan tengkorak kepalanya berada 30 kaki dari rangka tubuhnya.
Awal tahun 1952, Joseph Kelley, memulai upaya pencarian tambang tersebut. Ia dilaporkan hilang. Namun pada Mei dua tahun kemudian, kerangkanya ditemukan dekat Weavers Needle dengan lubang besar di kepala.
Sejak itu sampai tahun 1970-an, belasan korban lain dilaporkan hilang atau tewas di sekitar pegunungan Superstition Mountain dan sekitarnya. Kini lokasi sekitar area The Lost Dutchman Mine dijadikan taman nasional dan lokasi wisata dengan nama yang sama. Areanya dekat Apache Trail, Apache Junction, Sonoran Desert, Arizona, dengan daerah berngarai, lembah dan tebing.
Catatan Dr Thorne
Ada yang menghubungkan misteri itu dengan aksi pembantaian suku-suku Apache, tetapi tak sedikit yang mempercayai akibat roh gaib. Namun tak ada konklusi apa pun yang bisa mengungkap misterinya hingga kini.
Adalah Dr Abraham Thorne, seorang dokter tentara pemerintah Federal AS (perkiraaan tahun 1854-1860-an). Ia bekerja di kamp militer Fort McDowell wilayah Utara Phoenix.
Dr Thorne cukup dikenal Indian dan sudah sering mengobati orang-orang Indian yang sakit. Namun setelah sekian tahun bergaul dan berhasil menyembuhkan wabah sakit mata di perkampungan Indian, Dr Thorne pun meminta imbalan jasanya berupa emas.
Dengan penuh pertimbangan suku-suku Apache sepakat untuk membawa Dr Thorne ke lokasi tambang mereka. Dengan mata tertutup kain, Dr Thorne digiring menuju areal tambang sejauh 20 mil ke pegunungan. Saat matanya dibuka, Dr Thorne mendapati dirinya berada di sebuah lembah tertutup. Ia sempat menandai sebuah gunung berbentuk jari di arah selatannya (yang dikenali sebagai Weavers Needle) dan medan lembah berngarai yang dalam.
Pemimpin Apache mengizinkannya mengambil emas murni sebanyak yang bisa dibawa dari tumpukan bongkahan emas yang sudah disediakan di dekatnya. Setelah meraup emas sebanyak mungkin, Dr Thorne pun diantar kembali ke perkampungan dengan mata kembali ditutup. Ia menguangkan semua emas murni itu dengan total 6.000 dollar (sekitar 55 juta rupiah).
Tergiur akan mudahnya mendapat emas, Dr Thorne pun merancang perjalanan untuk mencari tambang itu sendirian. Ia menyewa sejumlah pekerja dan pemandu, namun tak satu pun yang bisa mengenali daerah yang digambarkannya. Namun setelah sekian lama berupaya mengingat tanda-tanda alam, Dr Thorne berhasil menemukan lokasi tambang tersebut. Namun kali ini ia tak pernah bisa menikmati emas temuannya.
Sekelompok prajurit Indian Apache menghadang Dr Thorne dan rombongannya. Tanpa ampunan, Indian itu membantai mereka. Tak seorang pun dibiarkan pergi meninggalkan lembah tersebut dalam keadaan hidup.
Ada kisah yang menyatakan, kekecewaan Indian pada pengkhianatan “sahabat” mereka Dr Thorne, menyebabkan Indian Apache tak lagi mempercayai orang-orang kulit putih. Pada tahun 1882, suku-suku Indian berniat menyembunyikan tambang emas ini untuk selamanya. Mereka menutup lembah tambang tersebut dengan bebatuan, menutup terowongan yang pernah dibuat keluarga Peralta dan memindahkan susunan bebatuan di sekitar lokasi agar tak mudah dikenali.
Bertahun kemudian, sebuah gempa besar membantu penyamaran yang dilakukan orang- orang Apache. Mereka menyebut peristiwa itu sebagai restu Dewa Petir. Tambang itu pun terkubur lenyap bagai ditelan bumi
Menurut kepercayaan mereka, jika wilayah suci ini dilanggar, maka sang Dewa akan marah. Petaka dan kutukan akan merajam siapa saja yang berani menodai tanah suci ini. Kematian yang berakhir dengan mutilasi atau petaka lain yang kemudian memang menghantui lembah dan pegunungan ini. Sampai akhirnya para penambang mulai mencium bau emas... tragedi pun mulai bergulir.
Awal Pencarian Emas
Menurut sejarah, Francisco Vasquez de Coronado, seorang penjelajah Spanyol, menantang mitologi suku-suku Indian. Ia merancang ekspedisi melintasi tanah keramat Indian dan puncak-puncak “terlarang” di wilayah utara Meksiko hingga barat daya Amerika pada 1540. Tujuannya, mengungkap legenda Tujuh Kota Emas Cibola (Seven Golden Cities of Cibola). Dari sini lah kutukan itu menampakkan wujudnya.
Dalam ekspedisi ini, sejumlah besar anggota ekspedisi Fransisco ditemukan mati di pegunungan. Semua tewas dalam keadaan kepala terpenggal. Begitu pun ekpedisi ini berhasil menemukan jejak emas tersembunyi di Grand Canyon dan wilayah sekitarnya.
Paska Francisco, menyusul ekpedisi yang dilakukan para misionaris Spanyol yang dirintis oleh Eusebio Francisco Kino. Ia memulai misi sejak dekade 1700. Kino mendengar tentang legenda emas tersembunyi suku-suku Apache. Awalnya kaum Apache menyambut rombongan misionaris dengan tangan terbuka. Namun karena mereka ternyata tergiur pada emas, suku Apache pun mulai marah. Khawatir Dewa Petir murka karena kaum pendatang sering melintasi tanah suci, pembantaian pun dimulai…
Keluarga Peralta
Tercatat pada 1748, Raja Spanyol Ferdinand VI menghadiahkan tanah seluas 3.750 mil persegi (kini wilayah Arizona) kepada peternak besar Meksiko, Don Miguel Peralta dari Sonora. Namun di area tersebut kemudian diketahui terdapat beberapa tambang perak dan emas.
Tahu mendapat hadiah tanah yang berharga, Don Miguel Peralta memimpin ekspedisi peninjauan tanah tersebut. Ternyata di suatu tempat dekat pegunungan Superstition Mountain ia menemukan tambang emas tersembunyi. Ia menamakan tempat itu sebagai “Sombrero Mine”. Sejak itu selama hampir seratus tahun, keluarga Peralta beberapa kali melakukan penambangan emas di sana. Tetapi Indian Apache yang merasa tanahnya dinodai kemudian melakukan teror. Hampir sebagian besar penambang yang tewas dikuliti kepalanya, dipenggal atau tewas dengan mata tercungkil.
Pada 1846, Miguel Peralta (cucu dari Don Miguel Peralta–nama yang sama) memimpin penambangan emas besar-besaran bersama 400 pekerja tambang. Kaum Apache menganggap ini sebagai penghinaan dan penodaan. Saat rombongan akan keluar membawa emas dari “tanah suci” untuk kedua kali, Apache melakukan sergapan di sebuah celah sempit. Pertempuran pun pecah. Selama tiga hari, rombongan penambang Peralta dihujani panah dan mesiu. Keledai pembawa emas dan perbekalan lari terpencar. Seluruh penambang dibantai dalam upaya menyelamatkan diri. Tewas terpenggal dan dikuliti. Peristiwa ini dikenang sebagai “Peralta Massacre” (1848). Hanya beberapa anggota Keluarga Peralta yang berhasil pulang ke Meksiko dalam keadaan hampir mati.
Sejak peristiwa itu, perburuan tambang pun mulai dilakukan orang perorang atau secara berkelompok. Termasuk dua imigran Jerman “The Dutchman,”Jacob Walz dan Jacob Weiser, yang paling “sukses” menambang di sana. Hingga tambang tersebut kini berjuluk “The Lost Dutchman Mine”. Namun tak seorang pun yang bisa hidup lebih lama setelah mendapat emas itu... sebuah misteri!
"The Dutchman"
Tambang Emas di Superstition Mountain, Arizona, sebelumnya dijuluki keluarga Peralta sebagai “Sombrero Mine”. Mungkin karena letak tambang itu di sebuah lembah yang berbentuk bundar mengerucut, persis topi sombrero Meksiko yang terbalik. Tetapi misteri tambang ini kemudian lebih dikenal sebagai “The Lost Dutchman Mine”.
Ini berkaitan dengan julukan suku-suku Indian dan penghuni koloni Amerika terhadap dua imigran Jerman yang pernah “sukses” menambang di area tersebut. Orang Jerman kala itu dijuluki sebagai “Dutchman”.
Pada 1871, dua petualang Jerman, Jacob Walz dan Jacob Weiser mengawali petualangan pencarian emas di Amerika. Walz adalah sarjana pertambangan lulusan Heidelburg University, Jerman, sementara Weiser adalah ahli pertukangan. Keduanya sahabat karib sejak dari Jerman puluhan tahun silam.
Ada versi cerita yang mengatakan kedua Jacob ini pernah menolong keluarga Peralta dari kematian. Peralta kemudian memberi tahu lokasi tambang emas sebagai balas budi, namun dengan perjanjian bagi hasil 50-50. Dari sini lah petualangan ke tambang emas di teritori Apache di dekat Superstition Mountain, Arizona dengan penanda sebuah gunung “Telunjuk Tuhan” seperti jari menunjuk ke atas atau dikenal sebagai Weavers Needle di arah selatannya, dimulai.
Saat melakukan aktivitas penambangan, di tahun 1879 Walz disebutkan pernah membantai sejumlah penambang Meksiko. Tak lama setelah itu, ia kehilangan partnernya Weiser. Di kamp mereka, Walz hanya menemukan baju Weiser yang berlumuran darah dengan sebuah anak panah suku Apache. Jasad Weiser menghilang dan tak pernah ditemukan. Lalu dalam kurun waktu berbeda, sejumlah pekerja tambang ditemukan tewas di berbagai tempat di sekitar Superstition Mountain dengan kepala terpenggal.
Walz yang semakin menua dengan jambang panjang memutih melanjutkan upaya penambangannya sendirian. Pada 1891, seorang janda Meksiko Julia Elena Thomas, pemilik toko roti di Phoenix, menjalin hubungan asmara dengannya. Julia menemukan Jacob Walz tewas di tempat tidur tanpa sebab pada Oktober 1891, dengan satu karung emas di sampingnya.
Dari pengakuan Julia Elena ini banyak orang mendengar kisah Walz dengan sekarung emas… tambang “rahasia” Walz dan Weiser kemudian disebut sebagai The Lost Dutchman Mine. (berbagai sumber)
Jejak Kematian di Sekitar Tambang
Tragedi kematian misterius sudah dimulai sejak ekspedisi Francisco Vasquez de Coronado, pada pertengahan abad ke-16. Jejak kematian itu terus berlanjut hingga abad ke-20. Catatan sejarah membukukan lebih dari 500-an nyawa melayang dalam keadaan mengenaskan: ditembak, dipanah, kepala terpenggal, dikuliti, hilang tanpa jejak, terserang penyakit misterius atau dimutilasi!
Pada 1880, dua tentara satuan pengintai (Scout) US Army yang bebas tugas dari Fort Mc Dowell muncul di Kota Pinal Arizona. Kedua tentara ini memperlihatkan sejumlah bongkah emas yang mereka temukan saat melintas Superstition Mountain. Setelah emas mereka dibayar senilai 700 dollar (sekitar 6,5 juta rupiah), keduanya setuju melacak tambang The Lost Dutchman Mine untuk perusahaan tambang milik Aaron Mason. Namun mereka tak pernah kembali lagi dari misi itu.
Aaron membentuk tim pencari ke area Superstition. Setelah sekian hari pencarian mereka menemukan jasad kedua tentara itu terpisah jauh dalam keadaan tanpa busana. Ada luka berupa lubang besar di tengah kepala mereka, tak jauh dari jalur menuju Superstition Mountain, batas wilayah tanah suci Apache.
Setahun kemudian (1881), seorang penambang bernama Joe Dearing datang ke Pinal. Ia pun membekali diri untuk melakukan pencarian tambang tersebut. Joe Dearing mengaku menemukan pintu tambang berupa terowongan yang nyaris tertutup. Namun beberapa waktu kemudian saat ia mulai menambang, Joe Daring dilaporkan hilang dan seminggu kemudian ditemukan tewas secara tragis.
Era 1872-1896, seorang penambang lain Elisha Reavis menggunakan cara yang berbeda. Ia mengklaim tanah di dekat Superstition Mountain dan mulai berkebun sayur. Reavis dikenal sebagai pria aneh berjuluk "Madman of The Superstitions". Pernah suatu malam orang-orang Indian melihat Reavis bertelanjang bulat berlari keluar dari rumahnya menuju sekitar lembah sambil menembakkan pistol ke langit membabi buta, seperti sedang memburu sesuatu yang terbang di langit.
Reavis ditemukan tewas pada 1896 di dekat kebunnya. Tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa bagian dan terpisah berjarak-jarak. Ada bekas gigitan serigala di beberapa bagian tubuh. Kepalanya terpenggal sekian meter dari tubuhnya. Seorang temannya menyebutkan Reavis diam-diam telah menambang emas dan menyimpan hasilnya. Namun sebab kematiannya yang tragis tak terungkap.
Awal tahun 1900, dua penambang berjuluk Silverlock dan Malm, diketahui melakukan penambangan di area Superstition. Mereka menemukan emas di lokasi "Peralta Massacre". Keduanya tewas dalam cara tragis di tahun 1910 (Silverlock) dan 1912 (Malm).
Tahun 1910 kerangka seorang perempuan ditemukan di mulut sebuah gua di ketinggian pegunungan Superstition Mountain. Beberapa bongkah emas ditemukan di dekatnya.
Pada Juni 1931, seorang pejabat pemerintah Adolph Ruth dari Washington DC, mengklaim memiliki peta tua peninggalan keluarga Peralta. Ia bersama sejumlah kru kemudian melakukan ekspedisi untuk membuktikan kebenaran The Lost Dutchman Mine itu. Sejak itu tak ada kabar beritanya lagi. Berhari-hari kemudian, tim SAR dibentuk. Tim menemukan kamp yang kosong melompong.
Pada Desember 1931, tengkorak kepala Ruth ditemukan dengan 2 luka bolong bekas peluru. Tergeletak di Puncak Pegunungan Hitam Arizona, terpisah dari rangka tubuhnya. Bagian kerangka tubuh lainnya ditemukan beberapa bulan kemudian tersebar di area radius seperempat mil. Dalam pakaian yang tersisa di kerangka ditemukan secarik catatan berbunyi "Sekitar 200 kaki menyeberang gua” dan di bagian lain tertulis "Veni, Vidi, Vici" (Aku datang, aku lihat, aku taklukkan).…
Tahun 1937, seorang penambang, Guy "Hematite" Frink turun dari pegunungan Superstition Mountain membawa beberapa sampel emas kasar. Pada November 1937, ia ditemukan tewas dengan lubang bekas tembakan di perut, persis di tepi jalur pegunungan. Sebuah kantung emas ditemukan di sisinya.
Juni 1947, penambang bernama James A Cravey, mempublikasikan rencana ekspedisi ke tambang Dutchman di sekitar lembah Superstition Mountain, dengan helikopter. Pilot heli menurunkannya di La Barge Canyon, dekat Weavers Needle. Namun Cravey dinyatakan hilang. Saat pencarian dilakukan, tim SAR menemukan kamp-nya dalam keadaan kosong. Pada Februari 1948, kerangka Cravey tanpa kepala ditemukan di sebuah lembah tak berapa jauh dari kamp-nya. Tampak terbungkus selimut. Dan tengkorak kepalanya berada 30 kaki dari rangka tubuhnya.
Awal tahun 1952, Joseph Kelley, memulai upaya pencarian tambang tersebut. Ia dilaporkan hilang. Namun pada Mei dua tahun kemudian, kerangkanya ditemukan dekat Weavers Needle dengan lubang besar di kepala.
Sejak itu sampai tahun 1970-an, belasan korban lain dilaporkan hilang atau tewas di sekitar pegunungan Superstition Mountain dan sekitarnya. Kini lokasi sekitar area The Lost Dutchman Mine dijadikan taman nasional dan lokasi wisata dengan nama yang sama. Areanya dekat Apache Trail, Apache Junction, Sonoran Desert, Arizona, dengan daerah berngarai, lembah dan tebing.
Catatan Dr Thorne
Ada yang menghubungkan misteri itu dengan aksi pembantaian suku-suku Apache, tetapi tak sedikit yang mempercayai akibat roh gaib. Namun tak ada konklusi apa pun yang bisa mengungkap misterinya hingga kini.
Adalah Dr Abraham Thorne, seorang dokter tentara pemerintah Federal AS (perkiraaan tahun 1854-1860-an). Ia bekerja di kamp militer Fort McDowell wilayah Utara Phoenix.
Dr Thorne cukup dikenal Indian dan sudah sering mengobati orang-orang Indian yang sakit. Namun setelah sekian tahun bergaul dan berhasil menyembuhkan wabah sakit mata di perkampungan Indian, Dr Thorne pun meminta imbalan jasanya berupa emas.
Dengan penuh pertimbangan suku-suku Apache sepakat untuk membawa Dr Thorne ke lokasi tambang mereka. Dengan mata tertutup kain, Dr Thorne digiring menuju areal tambang sejauh 20 mil ke pegunungan. Saat matanya dibuka, Dr Thorne mendapati dirinya berada di sebuah lembah tertutup. Ia sempat menandai sebuah gunung berbentuk jari di arah selatannya (yang dikenali sebagai Weavers Needle) dan medan lembah berngarai yang dalam.
Pemimpin Apache mengizinkannya mengambil emas murni sebanyak yang bisa dibawa dari tumpukan bongkahan emas yang sudah disediakan di dekatnya. Setelah meraup emas sebanyak mungkin, Dr Thorne pun diantar kembali ke perkampungan dengan mata kembali ditutup. Ia menguangkan semua emas murni itu dengan total 6.000 dollar (sekitar 55 juta rupiah).
Tergiur akan mudahnya mendapat emas, Dr Thorne pun merancang perjalanan untuk mencari tambang itu sendirian. Ia menyewa sejumlah pekerja dan pemandu, namun tak satu pun yang bisa mengenali daerah yang digambarkannya. Namun setelah sekian lama berupaya mengingat tanda-tanda alam, Dr Thorne berhasil menemukan lokasi tambang tersebut. Namun kali ini ia tak pernah bisa menikmati emas temuannya.
Sekelompok prajurit Indian Apache menghadang Dr Thorne dan rombongannya. Tanpa ampunan, Indian itu membantai mereka. Tak seorang pun dibiarkan pergi meninggalkan lembah tersebut dalam keadaan hidup.
Ada kisah yang menyatakan, kekecewaan Indian pada pengkhianatan “sahabat” mereka Dr Thorne, menyebabkan Indian Apache tak lagi mempercayai orang-orang kulit putih. Pada tahun 1882, suku-suku Indian berniat menyembunyikan tambang emas ini untuk selamanya. Mereka menutup lembah tambang tersebut dengan bebatuan, menutup terowongan yang pernah dibuat keluarga Peralta dan memindahkan susunan bebatuan di sekitar lokasi agar tak mudah dikenali.
Bertahun kemudian, sebuah gempa besar membantu penyamaran yang dilakukan orang- orang Apache. Mereka menyebut peristiwa itu sebagai restu Dewa Petir. Tambang itu pun terkubur lenyap bagai ditelan bumi
Komentar
Posting Komentar